Translate

PENGIKUT

PROFIL SAYA

Foto saya
Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta, Indonesia
Lahir di Palembang pada 25 April 1954. Sekarang berdomisili di Yogyakarta. Situs yg dikelola: 1.Halaman facebook "Nuansa Spiritual" (facebook.com/mharunnoengtjik); 2. Blogger "al-Qur'an dan Sains" (mharunn.blogspot.com); 3. Blogger "MHarunN's Tweet" (mhntweet.blogspot.com); 4. Blogger "Advokasi Hukum" (mharunn2.blogspot.com); 5. User Facebook "Muhammad Harun" (facebook.com/harunmhmmd); 6. User Twitter MHarunN (@MHarunN); 7. User You Tube "MHarunN"; dll.

Senin, 07 November 2011

Perputaran Bumi

astrocast.tv
Alquran dan Sains: Perputaran Bumi
Malam dan siang (ilustrasi).
 
Republika Online
Jumat, 15 Juli 2011 09:52 WIB
Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Semenjak pertama kali manusia diturunkan ke muka bumi, ia berkeyakinan bahwa bumi—di mana ia tinggal di atas permukaannya—tidak bergerak atau stabil. Menurut dugaan mereka, benda langit yang bergerak adalah matahari, di mana gerakannya menyebabkan terjadinya malam dan siang dan pergantian antara keduanya.

Selanjutnya, dengan kemajuan sains dan teknologi, para ilmuwan melalui bantuan satelit-satelit buatannya yang dilengkapi alat pemotret dapat mengetahui posisi bumi yang sebenarnya dalam sistem tata surya.

Berdasarkan gambar yang diambil, mereka mendapatkan kesimpulan bahwa anggota tata surya seluruhnya bergerak secara terus-menerus. Matahari bergerak berdasarkan orbitnya dalam gugusan bima sakti. Planet-planet bergerak mengelilingi matahari sesuai dengan orbitnya, disamping berputar secara sendiri-sendiri.

Bumi sebagai salah satu planet yang berada dalam gugusan bintang matahari, ikut bergerak mengelilingi matahari yang menghabiskan waktu selama setahun, dan menyebabkan peristiwa perubahan musim yang empat; musim dingin, musim semi, musim panas dan musim gugur. Sebagaimana ia berputar dengan sendirinya yang menyebabkan terjadinya malam dan siang.

Gerakan bumi dan planet-planet yang lain, baik dalam garis edarnya sendiri atau dalam mengelili bintang yang lebih besar darinya tunduk pada hukum alamiah (baca: sunatullah) tertentu yang tidak mungkin terjadi karena suatu kebetulan. Semua benda langit saling terkait dengan benda langit yang lainnya karena adanya gaya gravitasi yang dimilikinya dan daya elektrik-magnetik yang melingkupinya.

Al-Qur'an secara menakjubkan telah mengisyaratkan gerakan bumi ini dalam berbagai ayatnya, salah satunya adalah ayat 88 surah An-Naml. Allah SWT berfirman: "Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan."

Ayat di atas menunjukkan kepada persepsi keliru yang dianut sebagian orang yang berpendapat bahwa gunung-gunung itu diam dan tak bergerak. Dalam ayat ini, bahkan Allah SWT menegaskan bahwa gunung-gunung yang ada di muka bumi ini, seluruhnya bergerak dengan gerakan seperi gerakannya awan. Perumpamaan gerakan gunung dengan gerakan awan, dalam ayat di atas memiliki pengertian bahwa gerakan gunung tidak terjadi karena dirinya sendiri, tetapi ia bergerak karena ada yang menggerakannya, sebagaimana udara menggerakkan awan.

Bumilah yang telah bergerak, sehingga gunung-gunung yang ditancapkan di atasnya turut bergerak. Hal ini sebagaimana diisyaratkan oleh Al-Qur'an dalam surah Yasin, ayat 40. Allah SWT berfirman: "Tidaklah mungkin bagi matahari mendapatkan bulan dan malam pun tidak dapat mendahului siang. Dan masing-masing beredar pada garis edarnya."

Ayat di atas, menunjukkan bahwa malam tidak akan dapat mendahului siang. Sedangkan orang Arab pada waktu Al-Qur'an diturunkan mengatakan bahwa siang tidak akan dapat mendahului malam. Dalam ayat ini, Allah SWT tidak menafikan perkataan mereka, namun melengkapinya dengan menegaskan bahwa malam pun tidak dapat mendahului siang. Karenanya, maksud dari ayat itu, berarti terjadinya malam dan siang pada waktu yang bersamaan di atas permukaan bumi. Di mana hal ini tidak mungkin terjadi, kecuali jika bumi bergerak dan berputar. Disebabkan perputaran ini, terjadi pergantian malam dan siang.

Redaktur: cr01
Sumber: Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah

Benda Langit yang tak Terlihat

   
ircamera.as.arizona.edu
Alquran dan Sains: Benda Langit yang tak Terlihat
Ilustrasi

Republika Online
Selasa, 12 Juli 2011 11:49 WIB
Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Setiap benda yang terlihat tidak berarti bahwa benda itu saja yang eksis. Akan tetapi apa yang kita lihat adalah merupakan batasan dari kemampuan daya lihat kita. Karenanya, apa yang tidak dapat dilihat oleh mata luar adalah bukti keterbatasan kemampuan kita.

Selain itu, juga merupakan bukti kekurangan manusia dan kemustahilan dirinya untuk mengetahui semua hal yang tidak dilihatnya, kecuali jika Allah SWT berkehendak untuk memperlihatkannya.

Untuk dapat melihat setiap benda di jagad raya ini, kita harus berada pada suatu tempat yang memungkinkan kita untuk melihatnya, sehingga posisi benda itu berada pada hitungan jarak yang dekat dan tidak terlalu jauh. Karena kalau jaraknya jauh, seperti halnya benda-benda langit, kita tidak akan dapat melihatnya.

Disamping itu, benda tersebut harus memiliki besaran yang memungkinkan kita untuk melihatnya dengan mata luar kita. Karenanya kita tidak bisa melihat elektron dan proton yang terdapat pada nuklir, disebabkan bentuknya yang sangat kecil.

Dengan kemajuan sains, dewasa ini, manusia telah dapat mengatasi sebagian dari problema keterbatasan pandangannya, misalnya, dengan diciptakannya teleskop. Dengan alat bantu ini, manusia mampu untuk melihat benda yang berada pada jarak yang sangat jauh. Contoh lain, ditemukannya mikroskop yang digunakan untuk melihat benda yang berukuran sangat kecil.

Akan tetapi dengan adanya alat bantu ini, tidak dapat dipastikan bahwa manusia dapat melihat semua benda di alam raya ini, baik yang berjarak jauh maupun yang berukuran kecil. Karena di luar yang dapat mereka lihat dengan bantuan alat-alat canggih ini, akan tetap tersisa, banyak benda yang berjarak jauh dan berukuran kecil yang belum dapat dilihat oleh mereka.

Kalau sekiranya, manusia pada beberapa dekade ini telah banyak menemukan berbagai benda yang sebelumnya tidak dapat terlihat dengan jelas, namun berkat teknologi yang ditemukannya, mereka berhasil melihatnya.

Maka Al-Qur'an sejak 14 abad yang lalu telah memberikan petunjuknya berkaitan dengan benda yang tidak bisa terlihat, sebagaimana yang terdapat dalam surah Al-Haqqah ayat 38-39. Allah SWT berfirman: "Maka Aku bersumpah dengan apa yang kamu lihat. Dan dengan apa yang tidak kamu lihat."

Redaktur: cr01
Sumber: Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah

Penghamparan Bumi

oldearthsite.com
Alquran dan Sains: Penghamparan Bumi
Hamparan bumi

Republika Online

Kamis, 14 Juli 2011 11:12 WIB

Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Dalam bahasa arab, kata penghamparan disebut dengan ‘tamhid’. Yang dimaksud dengannya adalah mempersiapkan sesuatu agar layak untuk digunakan dan dimanfaatkan, dengan diawali serangkaian persiapan-persiapan, mulai dari yang primer sampai yang skunder. Dan cara pengungkapan sesuatu dengan menggunakan kata ‘al-mihad’ berarti validitasnya yang sempurna sehingga siap untuk digunakan.

Kondisi bumi pun, yang pada akhirnya berbentuk hamparan, sebelumnya diawali dengan serangkaian peristiwa geologi dan fisiokimia tertentu, di mana bumi pada pertama kalinya dingin. Kemudian setelah kadar panasnya stabil, mulai membentuk hingga tercipta bentuk akhirnya yang lonjong seperti telur.

Setelah itu, terjadi proses rumit kimiawi hingga bentuk luar bumi layak untuk ditumbuhi tumbuh-tumbuhan, di mana permukaan bumi menyediakan semua unsur yang dibutuhkan tumbuh-tumbuhan itu untuk hidup dan berkembang, berbuah dan berbunga.

Hakikat ilmiah di atas, secara ringkas diceritakan oleh Al-Qur'an dalam kalimat yang singkat namun padat dalam surah An-Naba ayat 6, Allah SWT berfirman: "Bukankah Kami telah menjadikan bumi itu sebagai hamparan?"

Pada ungkapan ‘menjadikan’ yang terdapat pada ayat di atas, kita mendapatkan bahwa Allah SWT menggunakan kata ‘ja’ala’ yang mengisyaratkan bahwa bumi mengalami serangkaian proses hingga ia terhampar.

Sedangkan di ayat lain, kita mendapatkan penggunaan kata ‘khalaqa’ yang berarti penciptaan sesuatu sesuai bentuknya secara langsung. Tidakkah hal ini menunjukkan kemukjizatan Al-Qur'an dan kebenarannya?

Redaktur: cr01
Sumber: Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah

Jumat, 04 November 2011

Ilmu Geologi (2)

http://apod.nasa.gov
Alquran dan Sains: Ilmu Geologi (2)
Permukaan bumi yang rusak di California, AS (ilustrasi)

Republika Online
Senin, 18 Juli 2011 09:59 WIB
Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Selanjutnya, lapisan bebatuan yang terdapat di bumi, juga terdiri dari berbagai macam jenis unsur logam yang terbentuk karena proses gabungan beberapa unsur kimia dan fisika. Unsur logam ini terbagi dalam dua bagian. Pertama adalah logam silikat, di mana unsur utama pembentukannya adalah silikon ditambah dengan unsur-unsur kimia yang lain. Kedua logam  non-silikat di mana dalam unsur pembentukannya tidak terdapat unsur silikon.

Dalam pembentukan suatu jenis logam, unsur yang dibutuhkan bisa berjumlah satu atau lebih yang saling menyatu dengan suatu proses tertentu. Namun untuk membantu proses pembentukannya, setiap logam membutuhkan energi tertentu sehingga proses pemnbetukannya dimungkinkan. Dan pembentukan logam ini tidak bisa terjadi kecuali jika tingkatan energinya berada pada titik terendah.

Al-Qur'an telah memberikan isyaratnya berkaitan dengan bebatuan dan unsur logam yang terdapat pada lapisan bebatuan pembentuk bumi. Di antaranya, Al-Qur'an menyebutkan tentang pembentukan warna pada bebatuan yang terdapat di lapisan bumi yang berbentuk batu, yang mempunyai pengaruh pada warna logam  yang dikandungnya. Berdasarkan Al-Qur'an, pembentukan warna-warna bebatuan disebabkan oleh reaksi kimia, seperti larutan air, pencairan, zat hidrat dan zat asam karbon, dan seterusnya.

Dalam surah Fathir ayat 27 Allah SWT berfirman: "Tidakkah kamu melihat bahwasannya Allah menurunkan hujan dari langit lalu Kami hasilkan dengan hujan itu buah-buahan yang beraneka ragam macam jenisnya (warnanya). Dan di antara gunung-gunung itu ada garis-garis putih dan merah yang beraneka macam warnanya dan ada (pula) yang hitam pekat."

Ayat di atas memberi petunjuk bahwa sebab dari terbentuknya gunung yang berwarna putih atau merah adalah air. Dan ini adalah isyarat bahwa air mempunyai pengaruh dalam reaksi kimia yang menyebabkan warna pada bebatuan dan tambang.

Dalam bagian lain, Al-Qur'an memberikan isyaratnya pada surah Al-Hadid ayat 25. Allah SWT berfirman: "Dan Kami turunkan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat." Ayat ini menyebutkan salah satu unsur terpenting yang terdapat pada lapisan bebatuan yang ada di dalam bumi, yaitu unsur besi.

Berdasarkan penelitian para ahli, pembentukan unsur besi mustahil terjadi di dalam perut bumi, karena dalam pembetukannya ia membutuhkan energi yang banyak dan sulit tersedia di dalamnya. Karenanya mereka menyimpulkan bahwa unsur besi telah terbentuk di planet lain yang di dalamnya tersedia energi yang memungkinkan pembentukannya. Kemudian unsur besi ini dibawa atau dipindahkan ke bumi dengan satu mekanisme yang tidak diketahui secara pasti.

Cara ungkapan Al-Qur'an dengan menggunakan kata ‘kami turunkan’ menjelaskan peristiwa turunnya unsur besi ini. Karena turunnya sesuatu tidak mungkin terjadi kecuali dari daratan tingi ke daratan rendah. Dan tingkat ketinggian dan kerendahan itu, tidak lain, melainkan tingkat ketinggian dan kerendahan energi yang dibutuhkan dalam pembentukan unsur besi.

Al-Qur'an dalam bagian lainnya menyebutkan fenomena alamiah lain yang berkaitan dengan lapisan bebatuan, yaitu apa yang biasanya disebut dengan lempengan tektonik. Dalam surah Ath-Thariq ayat 12 Allah SWT berfirman: "Dan bumi yang mempunyai ‘rekahan’."

Peristiwa rekahan yang terjadi di kulit bumi, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat di atas, terjadi karena lipatan yang terjadi pada lempengan tektonik yang membentuk struktur bumi. Di mana lipatan ini berpengaruh kepada terbelahnya lapisan bebatuan yang ada di perut bumi dan terbentuknya lubang besar, sehingga tercipta palung besar yang membentuk lautan dan samudera. Contohnya palung yang terdapat di Laut Merah yang berasal dari lubang besar di daratan afrika.

Petunjuk lain yang disampaikan Al-Qur'an dan berkaitan dengan lapisan bebatuan yang terdapat di bumi adalah penjelasannya tentang pembagian ketebalan lapisan bebatuan tersebut. Berdasarkan pengamatan para ahli geologi dan geofisika, kesimpulan yang diambil menyatakan bahwa ketebalan yang terdapat pada bebatuan di bagian inti bumi lebih besar daripada yang terdapat pada bebatuan di bagian kulit bumi. Karenanya berat bumi terletak di intinya bukan di kulitnya. Dan penelitian para ahli juga memberi petunjuk bahwa bumi bisa menumpahkan isinya yang terdiri dari bebatuan-bebatuan besar ketika terjadi letusan gunung atau gempa yang dahsyat.

Dalam hal ini, Allah SWT berfirman dalam surat Az-Zilzalah ayat 1 dan 2: "Apabila bumi diguncangkan dengan guncangannya (yang dahsyat). Dan bumi telah mengeluarkan bahan-bahan berat (yang dikandung)nya."

Hakikat ilmiah pertama yang terdapat dalam ayat di atas, adalah ketebalan lapisan bebatuan di bagian inti bumi dibandingkan dengan lapisan bebatuan yang terdapat di kulit bumi. Hakikat yang kedua adalah gelombang gempa yang dahsyat dapat menyebabkan bumi mengeluarkan kandungan batu-batu besar yang terdapat di dalamnya ke permukaan bumi.

Selanjutnya, selain beberapa hal yang telah disebutkan di atas, kita mendapatkan Al-Qur'an membicarakan beberapa petunjuk lainnya berkenaan dengan terdapatnya lapisan air yang terdapat di antara lapisan bebatuan pembentuk bumi bersama dengan lapisan udara yang terletak pada celah-celah di sekitar lapisan bebatuan yang ada. Lapisan air ini juga tersedia dalam jumlah yang lebih banyak di lautan, samudera dan sungai, sehingga membentuk permukaan air yang mengelilingi semua permukaan bumi.

Fungsi dari air ini sangat esensial sekali. Karena ia adalah salah satu unsur terpenting yang menyebabkan keberlangsungan kehidupan di muka bumi ini. Air bermanfaat membantu tumbuh-tumbuhan dalam perkembangannya untuk menghasilkan bahan makanan yang dimanfaatkan oleh hewan dan manusia. Ia juga bermanfaat dalam setiap proses kehidupan bagi segenap makhluk hidup yang terdapat di muka bumi ini.

Berdasarkan penelitian geologi, unsur air terbentuk setelah terlepasnya bumi dari matahari dalam bentuk gumpalan gas yang memiliki tingkat panas yang sangat tinggi. Kemudian bumi, setelah melalui proses tertentu menjadi dingin yang akibatnya menghasilkan lapisan bebatuan, gas dan air di dalamnya. Karenanya dikatakan bahwa air yang terdapat di planet bumi berasal dari bumi itu sendiri.

Al-Qur'an sejak 14 abad yang lalu telah mengisyaratkan hal ini dalam surah An-Naziat ayat 31. Allah SWT berfirman: "Dia memancarkan daripadanya (bumi) mata airnya dan (menumbuhkan) tumbuh-tumbuhannya."

Selanjutnya dalam bagian lain, Al-Qur'an menjelaskan tentang proses air yang terdapat di samudera dan lautan yang berubah dari bentuk cairnya ke dalam bentuk uap atau awan yang selanjutnya berubah menjadi tetesan air berupa hujan yang diturunkan ke bumi sehingga terbentuk sungai-sungai dan saluran-saluran air yang menyimpan air tawar. Sebagian dari air hujan ini meresap ke dalam perut bumi dan berkumpul menciptakan sungai-sungai yang terdapat di dalam perut bumi, atau naik ke arah permukaan bumi dalam bentuk sumur dan mata air.

Hakikat ilmiah ini dijelaskan oleh Al-Qur'an dalam surah An-Nur ayat 43. Allah SWT berfirman: "Tidakkah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya."

Dan dalam surah An-Naml ayat 60 Allah SWT berfirman: "Dan Dia yang menurunkan air untukmu dari langit, lalu Kami tumbuhkan dengan air itu kebun-kebun yang berpemandangan indah."

Yang dimaksud dengan ‘menurunkan air untukmu dari langit’ adalah turunnya hujan dari awan ke permukaan bumi, untuk menghidupkan bumi sehingga ia dapat mengeluarkan berbagai tumbuhan dengan buah-buahannya yang beraneka ragam jenis dan warnanya.

Redaktur: cr01
Sumber: Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah

Ilmu Geologi (1)

cas.utpb.edu
Alquran dan Sains: Ilmu Geologi (1)
Ilustrasi
 
Republika Online
Minggu, 17 Juli 2011 22:35 WIB
Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Yang dimaksud dengan Ilmu Geologi adalah ilmu yang berkaitan dengan pengamatan struktur batu-batuan yang ada di dalam bumi dan bentuk-bentuknya serta rekahan batu-batuan tersebut dan pengaruhnya. Sebagai sebuah ilmu, ia memiliki dasar dan cabang-cabangnya yang banyak. Namun yang akan menjadi perhatian kita dalam pembahasan ini adalah isyarat ilmiah yang terdapat pada beberapa ayat Al-Qur'an yang berkaitan dengan kondisi geologi bumi. Penelitian yang dilakukan para ahli geologi, salah satunya berkaitan dengan struktur bumi yang memiliki tingkat ketinggian tertentu seperti gunung. Dari penelitian tersebut, didapatkan bahwa berdasarkan geomorphologi, gunung memiliki fungsi sebagai pasak yang menancapkan bumi di jagat alam raya ini. Di mana puncak gunung menjadi penahan keseimbangan bumi dari arah atas. Dan bagian yang  menancap di kedalaman bumi atau bagian akarnya menjaga keseimbangannya dari arah bawah dan berhubungan dengan inti bumi. Dengan adanya gunung-gunung ini, keseimbangan bumi dapat terjaga, sehingga bumi tidak terlalu condong ke salah satu arah di tengah-tengah alam raya yang melingkupinya. Karenanya kita mendapatkan penyebaran gunung-gunung di bumi ini yang tampak teratur pada semua bagian dari permukaan bumi. Kita mendapatkan, di salah satu belahan bumi terdapat banyak dataran tinggi, sedangkan di tempat lain terdapat banyak dataran rendah.    Demikianlah fungsi dari gunung-gunung ini. Dan hal ini, telah diisyaratkan Al-Qur'an dalam surah An-Nahl ayat 15. Allah SWT berfirman: "Dan Dia menancapkan gunung-gunung di bumi supaya bumi itu tidak goncang bersama kamu." Dengan memerhatikan ayat ini, kita mendapatkan ketelitian cara pengungkapan Al-Qur'an dalam memilih kata-kata yang dipergunakannya. Penggunaan kata ‘alqaa’, menunjukkan adanya peristiwa pemindahan materi-materi pembentuk gunung, baik yang berasal dari dasar bumi, lalu mengendap di permukaannya, maupun dari salah satu bagian dari permukaan bumi yang terbawa ke permukannya di bagian lain. Contoh dari pemindahan yang terjadi dari dasar bumi ke permukaannya, terdapat pada gunung merapi yang menyemburkan lava dari kawahnya. Adapun contoh dari gunung yang terbentuk karena endapan yang terjadi di permukaan bumi, maka hal itu bisa diakibatkan karena kelapukan dan pengikisan, yang diiringi oleh serangkaian proses perubahan alami dan kimiawi sehingga endapan itu menjadi keras dan terkumpul menjadi materi pembentuk gunung. Penggunaan kata ‘an tamida bikum’ menjelaskan fungsi gunung dalam menekan dan mengontrol gerakan bumi sehingga keseimbangannya di tengah-tengah jagat raya ini terjaga. Inilah petunjuk Al-Qur'an yang menjelaskan tentang fungsi gunung-gunung. Di bagian lain, terdapat juga ayat Al-Qur'an yang menunjukkan adanya daratan rendah di permukaan bumi. Sebagai contoh, sebagaimana disebutkan dalam Al-Qur'an adalah wilayah tempat terjadinya peperangan (sebelum peperangan terakhir) antara pasukan Romawi dan Persia, yaitu lembah sungai Yordania, di mana pasukan Persia memperoleh kemenangan. Penelitian yang dilakukan oleh para ahli geologi menunjukkan bahwa lembah sungai Yordania pada saat itu, merupakan daratan terendah, dibandingkan daerah lain di belahan bumi ini. Inilah yang disinggung Al-Qur'an dalam surat Ar-Rum ayat 1-3. Allah SWT berfirman: "Alif Laam Mim. Telah dikalahkan bangsa Romawi. Di negeri yang terdekat (terendah) dan mereka sesudah dikalahkan itu akan menang." Selanjutnya di bagian lain, Al-Qur'an mengisyaratkan bahwa bumi diliputi suatu lapisan gas yang menjaganya dari pengaruh langsung sinar matahari. Di mana pengaruh lapisan ini dapat kita rasakan secara langsung dalam kehidupan kita. Lapisan gas yang dimaksud adalah atmosfir bumi, yang mengelilingi seluruh permukaan planet bumi di mana kita hidup ini. Karena adanya lapisan atmosfir ini, Al-Qur'an mengungkapkan bahwa manusia, hidup di bumi, bukan di atas bumi. Karena kalau kita hidup di atas bumi maka permukaan kulit bumi adalah bagian terluar dari bumi. Dan ini tentunya bertentangan dengan realitas alam, dengan adanya atmosfir bumi yang mengelilingi semua permukaan bumi dengan kekuatan gaya gravitasinya. Apa yang disampaikan di atas, telah dijelaskan oleh Al-Qur'an dalam surah Ar-Rum ayat 9. Allah SWT berfirman: "Dan apakah mereka tidak mengadakan perjalanan di muka bumi." Tentang sifat dari atmosfir, Al-Qur'an dalam salah satu ayatnya telah menjelaskan hal ini, yaitu makin tinggi meninggalkan permukaan bumi, maka tekanan udara pada ketinggian tersebut makin berkurang. Dan itu berpengaruh pada kemampuan benda-benda hidup seperti manusia untuk bernafas pada ketinggian tersebut, dikarenakan saluran pernafasannya terganggu karena persediaan oksigen yang menipis. Bahkan akibat dari persediaan oksigen yang sedikit itu, bisa mengakibatkan manusia seperti tercekik atau ia akan mati. Allah SWT berfirman dalam surah Al-An’am ayat 125: "Barangsiapa yang Allah menghendaki akan memberikan kepadanya petunjuk, niscaya Dia melapangkan dadanya untuk (memeluk agama) Islam. Dan barangsiapa yang dikehendaki Allah kesesatannya, niscaya Allah menjadikan dadanya sesak lagi sempit, seolah-olah ia sedang mendaki ke langit. Begitulah Allah menimpakan siksa kepada orang-orang yang tidak beriman." Yang dimaksud dengan ‘dadanya yang sempit’ adalah terjadinya kekurangan oksigen pada saluran pernafasannya. Dan pengumpaan-Nya dengan pendakian ke langit, hal itu menunjukkan kurangnya persediaan oksigen pada ketinggian tertentu pada lapisan atmosfir bumi. Dalam surah Ath-Thariq ayat 11, Al-Qur'an menyebutkan sifat lain dari atmosfir ini. Allah SWT berfirman: "Demi langit yang dapat mengembalikan." Kalimat ‘dzatu ar-raj’i’, mengandung arti bahwa atmosfir memiliki daya untuk melindungi bumi, sekaligus memantulkan kembali gelombang elektronik yang membenturnya ke permukaan bumi. Kondisi ini dimanfaatkan manusia untuk membuat radio yang memanfaatkan energi gelombang udara. Dan umumnya, manfaat dari atmosfir ini, juga digunakan secara lebih luas dalam bidang telekomunikasi. Selain dari hal di atas, Al-Qur'an juga membicarakan tentang lapisan bebatuan yang menjadi unsur terpenting bagi struktur pembentukan bumi. Lapisan ini memanjang, mulai dari permukaan bumi sampai ke dalam perut bumi, yang terdiri dari berbagai macam tingkatan bebatuan yang memiliki unsur fisika dan kimia tertentu. Tingkatan kondisi batu tersebut terdiri dari berbagai macam batu-batuan yang secara garis besar terbagi ke dalam tiga kelompok, yaitu batu api atau batu bara, yang terbentuk dari magma yang mencuat dari dasar bumi kemudian membeku menjadi batu api. Dan terkadang magma ini juga bisa muncul ke permukaan bumi dan menjadi batu api yang terdapat di bagian atas bumi. Kelompok kedua adalah batu endapan yang terbentuk karena endapan unsur-unsur batu yang terjadi melalui proses pengikisan dan pelapukan karena pengaruh udara atau air. Batu endapan ini, karena pengaruh dari pelapukan yang terjadi, terbagi ke dalam batu endapan mekanik yang terbentuk karena faktor endapan mekanik—seperti sungai, dan lautan—dan batu endapan kimiawi yang terbentuk karena proses endapan zat kimia tertentu—seperti karbonat kalsium—dan batu endapan biokimia yang terbentuk karena pengaruh makhluk-makhluk hidup yang memiliki bentuk yang sangat kecil dan rumit. Jenis ketiga adalah metamorfik atau batu yang bentuknya dapat berubah-ubah karena pengaruh tekanan udara atau panas atau pengaruh keduanya. Batu-batuan jenis ketiga ini, pada awalnya berasal dari jenis batu api dan batu endapan.

Redaktur: cr01
Sumber: Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah

Sekat antara Dua Jenis Air

http://www.kaheel7.com
Alquran dan Sains: Sekat antara Dua Jenis Air
Ilustrasi
 
Republika Online
Selasa, 19 Juli 2011 10:44 WIB
Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Air merupakan wilayah yang meliputi kira-kira 75 persen dari luas permukaan bumi. Di mana air laut (air asin) memiliki kuantitas yang lebih banyak dibandingkan dengan air tawar. Namun keduanya berasal dari sumber yang sama setelah melewati beberapa proses yang secara terus-menerus berputar.

Perputaran kedua air tersebut, dimulai dengan menguapnya air yang terdapat di lautan dan samudera. Sehingga air yang pada mulanya berupa zait cair berubah menjadi zat uap yang saling menumpuk dalam bentuk awan yang selanjutnya menjadi tetesan air yang jatuh ke bumi dalam sebagai hujan yang jatuh di lautan, samudera, sungai-sungai dan seluruh permukaan bumi di wilayah tertentu di mana hujan tersebut turun.

Kedua jenis air ini merupakan unsur terpenting bagi keberlangsungan hidup benda-benda yang ada di permukaan bumi dalam proses kehidupan mereka.

Air asin yang merupakan bagian terbesar dari keseluruhan air yang ada di bumi, terdapat di samudera, lautan dan danau-danau. Samudera yang ada di bumi ini terbagi menjadi tiga; Samudera Pasifik, Samudera Hindia, dan Samudera Atlantik.

Wilayah perairan ini saling berhubungan antara salah satu laut dengan salah satu samudera. Misalnya Laut Tengah yang menyatu dengan Samudera Atlantik, Laut Merah yang menyatu dengan Samudera Hindia. Sebagaimana hal ini terjadi antara satu laut dengan laut yang lain. Semisal Laut Adriatika yang menyambung dengan Laut Putih (Laut Tengah).

Dan yang menakjubkan, perpaduan ini tidak hanya terjadi antara air asin dengan air asin, tapi juga antara air tawar dengan air asin. Seperti yang terjadi antara Sungai Nil yang mengalir ke Laut Tengah. Dan banyak lagi sungai yang terdapat di benua Amerika yang mengalir ke Samudera Pasifik dan Atlantik.

Pertemuan antara dua titik perairan yang asin dan tawar, telah menimbulkan banyak pertanyaan bagi para ilmuwan: Apakah salah satu dari dua air tersebut bisa memengaruhi yang lainnya? Berapa persen tingkat kemurnian kedua jenis air  tersebut ketika keduanya bertemu di satu titik? Apakah dimungkinkan pengontrolan titik pertemuan antara keduanya?

Untuk mendapatkan jawaban yang memuaskan atas beberapa pertanyaan di atas, para ilmuwan telah banyak mengadakan penelitian dan pengamatan. Sebagai hasil awal dari penelitian yang mereka lakukan, disimpulkan bahwa di antara dua titik pertemuan kedua jenis air, kemungkinan besarnya terdapat suatu batas area tertentu yang berfungsi untuk mencegah pencampuran antara keduanya, sehingga masing-masing terjaga kemurniannya.

Namun seiring dengan kemajuan pada bidang hedrologi dan penggunaan media elektronik dan magnetik, para ilmuwan, telah dapat memastikan bahwa sebenarnya pertemuan kedua bagian yang berbeda dari ke dua jenis air inilah yang telah menghasilkan suatu ‘wilayah perbatasan’ tertentu yang berfungsi untuk mencegah percampuran kedua jenis air, secara terus-menerus dan tidak berhenti.

Sebagian ilmuwan menjelaskan bahwa ‘wilayah perbatasan’ itu terjadi karena efek listrik dan magnetik yang saling berlawanan sehingga tercipta sekat antara bagian tengah dari kedua perairan.

Jika kita memerhatikan ayat Al-Qur'an, maka kita akan mendapatkan bahwa Al-Qur'an telah memberikan isyarat atas fenomena ini, dalam surah Ar-Rahman ayat 19 dan 20. Allah SWT berfirman: "Dia membiarkan dua lautan mengalir yang keduanya kemudian bertemu. Antara keduanya ada batas yang tidak dilampaui oleh masing-masing."
Redaktur: cr01
Sumber: Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah

Kamis, 03 November 2011

Proses Terciptanya Awan

my.opera.com
Alquran dan Sains: Proses Terciptanya Awan
Awan yang berarak lalu berkumpul dan menurunkan hujan.  

Republika Online
Rabu, 20 Juli 2011 10:50 WIB
Oleh: DR Abdul Basith Jamal & DR Daliya Shadiq Jamal

Awan yang terdapat di langit, pada mulanya terbentuk dari air yang berada di permukaan bumi yang mengalami penguapan. Setelah terbentuk, awan ini digiring oleh angin dari tempat penguapannya ke tempat pengendapannya atau ketempat di mana ia akan dicurahkan sebagai hujan.

Kecepatan angin yang menggiring awan lebih cepat dari awan itu sendiri. Angin ini berfungsi untuk mengumpulkan gumpalan-gumpalan awan yang satu dengan yang lainnya sehingga terhimpun di satu wilayah tertentu di kawasan atmosfir bumi. Di mana di tempat ini terdapat arus udara yang menekannya dari arah bawah gumpalan awan tersebut, dan terdapat butiran-butiran es dari arah atas dan bulir-bulir air dari bawahnya.

Awan yang telah terhimpun di suatu tempat, tidak hanya terhimpun karena proses pertemuan antara beberapa gumpalan awan yang dibawa oleh angin. Namun hal itu juga disebabkan arus dan aliran listrik yang terdapat pada awan-awan tersebut, baik arus positif maupun arus negatif, di mana pertemuan kedua arus, mengakibatkan percikan listrik yang berpengaruh pada awan.

Proses terhimpunnya awan ini terbentuk dalam pola yang menumpuk, di mana awan yang telah terkumpul, masih terus ditambahi oleh awan yang berikutnya. Dan berdasarkan penelitian para ilmuwan, penumpukan awan ini berbentuk seperti gunung, di mana pada bagian bawah lebih luas daerahnya dan bagian atas lebih menyempit.

Pergesekan yang terjadi antara himpunan awan yang berbeda-beda dengan kilat sebagai percikan listrik mengakibatkan terjadinya suara halilintar yang menggelegar dan mengguncangkan siapa saja yang dekat dengan tempat kejadiannya, sebagai akibat dari gelombang suara yang memiliki tingkat frekwensi yang sangat tinggi. Suara halilintar ini sering terjadi, sambil mengiringi jatuhnya air hujan ke bumi.

Demikianlah proses terjadinya awan, halilintar dan hujan. Hakikat ilmiah ini, tidak diketahui secara pasti dan detail, kecuali setelah kemajuan pesat dalam bidang penelitian luar angkasa dan ilmu meteorologi.

Padahal Al-Qur'an sendiri, sejak 14 abad yang lalu, telah memberikan petunjuknya berkaitan dengan fenomena alam ini, dalam surah An-Nur ayat 43. Allah SWT berfirman: "Tidaklah kamu melihat bahwa Allah mengarak awan, kemudian mengumpulkan antara (bagian-bagian)nya, kemudian menjadikannya bertindih-tindih, maka kelihatanlah olehmu hujan keluar dari celah-celahnya dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung, maka ditimpakan-Nya (butiran-butiran) es itu kepada siapa yang dikehendaki-Nya dan dipalingkan-Nya dari siapa yang dikehendaki-Nya. Kilauan kilat awan itu hampir-hampir menghilangkan penglihatan."

Dari ayat di atas, kita mendapatkan Al-Qur'an telah menjelaskan proses terciptanya awan dan proses pengumpulan awan-awan yang kecil sehingga menjadi gumpalan awan yang besar. Sebagaimana, ia juga menjelaskan tentang akibat dari himpunan gumpalan awan tersebut, yaitu terjadinya kilat dan halilintar dan bentuk dari gumpalan awan tersebut, yang berbentuk seperti gunung. Sebagaimana firman Allah SWT: "dan Allah (juga) menurunkan (butiran-butiran) es dari langit, (yaitu) dari (gumpalan-gumpalan awan seperti) gunung-gunung".
Redaktur: cr01
Sumber: Ensiklopedi Petunjuk Sains dalam Al-Qur'an dan Sunnah